Membongkar Lingkaran Setan Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia Akibat Kongkalikong Oligarki, Penguasa Elit, Militer, dan Feodalisme !

Membongkar Lingkaran Setan Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia Akibat Kongkalikong Oligarki, Penguasa Elit, Militer, dan Feodalisme !

Oleh : Asep Rohmandar                                                                                        Pendahuluan

Indonesia, sebagai negara berkembang dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, menghadapi tantangan berat dalam mengatasi kemiskinan dan ketimpangan. Meskipun tingkat kemiskinan telah menurun menjadi 8,57% pada September 2024 (BPS, 2024), koefisien Gini sebesar 0,381 menunjukkan ketimpangan yang masih signifikan. Di balik kemajuan ini, terdapat lingkaran setan kemiskinan dan ketimpangan yang diperparah oleh kongkalikong antara oligarki, penguasa elit, militer, dan struktur feodalisme yang masih bertahan. Kongkalikong ini menciptakan distribusi sumber daya yang tidak merata, menghambat mobilitas sosial, dan memperkuat kemiskinan struktural. Essay ini bertujuan untuk membongkar lingkaran setan tersebut dengan menguraikan peran oligarki, penguasa elit, militer, dan feodalisme dalam mempertahankan ketimpangan dan kemiskinan di Indonesia, menggunakan data faktual, studi kasus, dan referensi terkini.[](https://setkab.go.id/angka-kemiskinan-dan-ketimpangan-indonesia-menurun/)

1. Lingkaran Setan Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia.

Lingkaran setan kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia ditandai oleh siklus di mana kemiskinan menghambat akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan peluang ekonomi, yang pada gilirannya memperburuk ketimpangan sosial-ekonomi. Bank Dunia (2024) mencatat bahwa 68 juta penduduk Indonesia hidup sedikit di atas garis kemiskinan dan rentan jatuh miskin akibat guncangan ekonomi. Faktor utama yang mempertahankan lingkaran ini adalah konsentrasi kekuasaan dan kekayaan melalui kongkalikong antara oligarki, penguasa elit, militer, dan struktur feodalisme. 


2. Peran Oligarki dalam Kemiskinan dan Ketimpangan

Oligarki, yang didefinisikan sebagai penguasaan kekuasaan dan kekayaan oleh segelintir individu atau kelompok, telah menjadi pendorong utama ketimpangan di Indonesia. Oligarki ekonomi dan politik di Indonesia berakar dari era Orde Baru, di mana pengusaha dekat dengan keluarga Soeharto dan elit militer menguasai sumber daya ekonomi.

A. Mekanisme Kongkalikong:
  1. Oligarki menguasai aset negara, seperti tambang, properti, dan sektor strategis, melalui koneksi politik. Menurut Winters (2009), kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia pada 2022 mencapai 1.060.500 kali lipat pendapatan per kapita, menunjukkan konsentrasi kekayaan yang ekstrem.
  2. Kebijakan publik sering berpihak pada kepentingan oligarki, seperti pengesahan UU Cipta Kerja (2020), yang dikritik karena menguntungkan korunion, dan memperburuk ketimpangan.
B. Contoh Studi Kasus:
Kasus Freeport di Papua: Penguasaan tambang emas dan tembaga oleh PT Freeport Indonesia memberikan keuntungan besar bagi elit ekonomi, tetapi masyarakat lokal di Papua tetap miskin, dengan tingkat kemiskinan 26,03% (BPS, 2024). Distribusi keuntungan yang tidak merata memperkuat ketimpangan regional.
C  Dampak :
  1. Oligarki menghambat distribusi sumber daya ekonomi kepada masyarakat mayoritas, seperti yang dikemukakan Amartya Sen (1981), bahwa ketimpangan akses sumber daya menyebabkan masyarakat miskin sulit mengembangkan usaha produktif.
  2. Fenomena ini menciptakan kemiskinan relatif, di mana golongan miskin semakin tertinggal dibandingkan golongan kaya.
                                                                        3. Peran Penguasa Elit dalam Memperkuat Ketimpangan

Penguasa elit, yang terdiri dari politisi, birokrat, dan pebisnis berpengaruh, memainkan peran kunci dalam mempertahankan ketimpangan melalui kebijakan yang tidak inklusif dan korupsi.

A. Mekanisme Kongkalikong :
  1. Penyalahgunaan anggaran publik untuk kepentingan elit, seperti kasus korupsi dana BOS di daerah tertinggal, mengurangi akses masyarakat miskin terhadap pendidikan dan kesehatan.[](https://binus.ac.id/character-building/2025/04/kemiskinan-dan-ketimpangan-tantangan-global-dalam-mewujudkan-kesejahteraan/)
  2. Studi KPK (2022) menemukan bahwa 82,3% calon kepala daerah menerima dana dari pihak ketiga, yang sering kali merupakan oligarki, menciptakan barter politik yang menguntungkan elit.
B. Studi Kasus :
Pilkada Serentak 2024 : Penelitian Perludem (2019) menunjukkan bahwa partai politik masih dikuasai oleh tokoh-tokoh bisnis, yang mempertahankan struktur oligarki pasca-Reformasi. Hal ini menyebabkan kebijakan publik cenderung mengabaikan kebutuhan masyarakat miskin, seperti di Jakarta, di mana ketimpangan ekonomi meningkat meskipun pertumbuhan ekonomi tinggi.
C. Dampak :
  1. Kebijakan yang berpihak pada elit memperburuk ketimpangan, seperti peningkatan harga properti di Jakarta (8–10% per tahun, 2015–2020) yang menguntungkan pemilik aset kaya, sementara penduduk miskin di permukiman kumuh seperti Kali Ciliwung tidak mendapat manfaat.
  2. Korupsi memperlebar kesenjangan sosial, karena dana untuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan tidak sampai kepada masyarakat miskin.

4. Peran Militer dalam Lingkaran Kemiskinan dan Ketimpangan.

Militer memiliki sejarah panjang dalam memperkuat struktur ketimpangan di Indonesia, terutama melalui dwifungsi ABRI di era Orde Baru dan pengaruhnya yang masih bertahan di beberapa sektor.

A. Mekanisme Kongkalikong :
  1. Selama Orde Baru, militer berperan dalam mendukung oligarki ekonomi dengan memberikan perlindungan dan akses ke sumber daya, seperti penguasaan lahan oleh elit militer dan pengusaha.
  2. Militerisasi di pedesaan, seperti yang terjadi di Banyuwangi pasca-G30S 1965, menyebabkan perampasan tanah petani oleh elit militer dan birokrat, memperburuk ketimpangan agraria.
B. Studi Kasus :
  1. Konflik Agraria di Banyuwangi (1965–1966) : Penelitian Ahmad Nashih Lutfi menunjukkan bahwa pasca-G30S, sekitar 1.040 petani dibunuh, dan tanah mereka dirampas oleh pemilik tanah dan birokrat dengan dukungan militer. Di Wongsorejo, petani kehilangan tanah dan hidup dalam kemiskinan ekstrem, dengan ungkapan “hidup segan, mati tak mampu”.
  2. Militerisasi Desa (2025): Sebuah unggahan di X mencatat bahwa militerisasi pertanian di pedesaan memperburuk ketimpangan agraria, dengan petani dijerat utang oleh tengkulak dan dikontrol militer, memperdalam kemiskinan.
C. Dampak :
  1. Perampasan tanah oleh elit militer menghambat akses petani ke sumber daya produktif, memperkuat kemiskinan di daerah pedesaan.
  2. Militerisasi menciptakan struktur kekuasaan yang represif, membatasi perjuangan petani untuk keadilan sosial, sehingga memperlebar kesenjangan.

5. Peran Feodalisme dalam Mempertahankan Kemiskinan.

Struktur feodalisme, yang ditandai dengan penguasaan tanah dan sumber daya oleh segelintir elit, masih bertahan di beberapa daerah Indonesia, terutama di sektor agraria.

A. Mekanisme Kongkalikong :
  1. Feodalisme di Indonesia berakar dari kolonialisme Belanda, di mana penguasa lokal dan elit tanah menguasai lahan luas, sementara petani kecil tidak memiliki akses.
  2. Reformasi agraria melalui UU No. 5 Tahun 1960 gagal karena kontra-reformasi oleh elit feodal dan militer, yang memanfaatkan momen politik (misalnya, G30S) untuk merampas tanah petani.[](
 a. Studi Kasus :
  1. Ketimpangan Agraria di Banyuwangi: Pasca-1965, petani di Banyuwangi kehilangan tanah akibat kekerasan dan kontra-reformasi yang didukung elit feodal dan militer. Hal ini menyebabkan petani hidup dalam kemiskinan, tanpa akses ke lahan produktif.[](
  2. Tengkulak di Pedesaan : Struktur feodal modern terlihat dari praktik tengkulak yang meminjamkan uang dengan bunga tinggi kepada petani, menciptakan jeratan utang yang memperburuk kemiskinan.
b. Dampak :
  1. Feodalisme memperkuat ketimpangan agraria, dengan petani kecil kehilangan akses ke tanah dan sumber daya, sehingga terjebak dalam kemiskinan struktural.
  2. Struktur ini menghambat revolusi sosial yang bertujuan mencapai keadilan ekonomi, seperti yang diharapkan melalui reformasi agraria pasca-kemerdekaan.[](

6. Membongkar Lingkaran Setan: Analisis dan Solusi.

Lingkaran setan kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia dipertahankan oleh hubungan simbiosis antara oligarki, penguasa elit, militer, dan struktur feodalisme. Oligarki dan elit menguasai sumber daya ekonomi dan politik, militer memberikan perlindungan dan kekuatan, sementara feodalisme mempertahankan ketimpangan agraria di pedesaan. Akibatnya:
1. Kemiskinan Struktural : Masyarakat miskin, terutama di pedesaan seperti Papua (26,03% tingkat kemiskinan) dan NTT, tidak memiliki akses ke sumber daya produktif, pendidikan, dan kesehatan, memperkuat siklus kemiskinan antargenerasi.
2. Ketimpangan Ekonomi : Konsentrasi kekayaan pada 20% masyarakat terkaya, seperti yang ditunjukkan oleh pertumbuhan konsumsi tahunan mereka (6% vs. <2% untuk 40% termiskin, Bank Dunia, 2015), memperlebar kesenjangan sosial.
3. Korupsi dan Klientelisme : Korupsi memperburuk ketimpangan, dengan dana publik yang dialihkan untuk kepentingan elit, sementara klientelisme dalam politik memperkuat dominasi oligarki.

A. Solusi Yang Kompatibel:
1. Reformasi Agraria yang Inklusif : Implementasi ulang reformasi agraria dengan memastikan distribusi tanah kepada petani kecil, didukung oleh pengawasan ketat terhadap elit feodal dan militer.
2. Peningkatan Transparansi Politik : KPU perlu memperketat aturan pendanaan kampanye untuk mengurangi pengaruh oligarki dalam politik.
3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat: Program seperti Program Keluarga Harapan (PKH) harus diperluas dengan pendekatan berbasis komunitas untuk meningkatkan akses masyarakat miskin ke pendidikan dan kesehatan.
4. Pajak Progresif : Sistem perpajakan yang adil, seperti yang direkomendasikan Bank Dunia (2016), dapat mendanai program pro-miskin dan mengurangi konsentrasi kekayaan.
5. Peningkatan Literasi Keuangan dan Digital : Pelatihan literasi keuangan dan digital, seperti yang dilakukan OJK dan Kominfo, harus menjangkau daerah terpencil untuk memberdayakan masyarakat miskin dalam ekonomi digital.

7. Kesimpulan :

Lingkaran setan kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia diperkuat oleh kongkalikong antara oligarki, penguasa elit, militer, dan struktur feodalisme. Oligarki menguasai sumber daya ekonomi, penguasa elit menciptakan kebijakan yang tidak inklusif, militer mendukung perampasan sumber daya, dan feodalisme mempertahankan ketimpangan agraria. Kasus seperti Freeport di Papua dan konflik agraria di Banyuwangi menunjukkan bagaimana struktur ini menghambat mobilitas sosial dan memperburuk kemiskinan. Untuk membongkar lingkaran setan ini, diperlukan reformasi agraria, transparansi politik, pemberdayaan masyarakat, pajak progresif, dan peningkatan literasi keuangan dan digital. Dengan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, Indonesia dapat mencapai pembangunan yang lebih adil dan inklusif menuju visi Indonesia Emas 2045.

8. Referensi.

1. Badan Pusat Statistik. (2024). Profil Kemiskinan di Indonesia September 2024. Jakarta: BPS.(https://setkab.go.id/angka-kemiskinan-dan-ketimpangan-indonesia-menurun)
2. Bank Dunia. (2015). A Perceived Divide: How Indonesians Perceive Inequality and What They Want Done About It. Jakarta: World Bank (https://www.worldbank.org/in/news/press-release/2016/10/02/tackling-inequality-vital-to-end-extreme-poverty-by-2030)
3. Bank Dunia. (2016). Poverty and Shared Prosperity Report 2016: Taking on Inequality. Washington, DC: World Bank.(https://www.worldbank.org/in/news/press-release/2016/10/02/tackling-inequality-vital-to-end-extreme-poverty-by-2030)
4. Bank Dunia. (2024). Macro Poverty Outlook: Indonesia. Washington, DC: World Bank.(https://www.worldbank.org/in/news/press-release/2016/10/02/tackling-inequality-vital-to-end-extreme-poverty-by-2030)
5. Komisi Pemberantasan Korupsi. (2022). Laporan Tahunan KPK 2022. Jakarta: KPK.(https://www.kompas.id/baca/opini/2023/02/24/menghapus-dwifungsi-oligarki)
6. Robison, R., & Hadiz, V. R. (2004). Reorganising Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Markets. Routledge.
7. Winters, J. A. (2009). Oligarchy. Cambridge University Press.(https://www.kompas.id/baca/opini/2023/02/24/menghapus-dwifungsi-oligarki)
8. Sen, A. (1981). Poverty and Famines: An Essay on Entitlement and Deprivation. Oxford University Press.[](https://www.kompas.id/baca/opini/2023/02/24/menghapus-dwifungsi-oligarki)
9. Lutfi, A. N. (2017). Menyediakan Tanah Petani: Kekerasan dan Kontra Land Reform Pasca ‘65 di Banyuwangi, Jawa Timur. Universitas Gadjah Mada.(https://fisipol.ugm.ac.id/konflik-agraria-dan-ketimpangan-struktur-feodalisme-picu-revolusi-sosial-banyuwangi/)
10. Perludem. (2019). Laporan Penelitian: Dinasti Politik dalam Pemilu di Indonesia. Jakarta: Perludem.(https://www.idntimes.com/news/indonesia/fredlina-nayla-sahla/apa-itu-oligarki-adalah-pengertian-sejarah)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Asep Rohmandar : Presiden Masyarakat Peneliti Mandiri Sunda Nusantara

Seruan untuk Keadilan dalam Publikasi Ilmiah bagi Peneliti dari Negara Berkembang dan Dunia Keempat

Prolog Buku Komunikasi Pendidikan Yang Efektif? By Asep Rohmandar