LUKA RAYA DI BUMI SUKABUMI :Puisi tentang Penderitaan Rakyat Akibat Kartelisasi Politik dan Birokrasi yang Buruk

LUKA RAYA DI BUMI SUKABUMI :
Puisi tentang Penderitaan Rakyat Akibat Kartelisasi Politik dan Birokrasi yang Buruk


I. TANAH AIR YANG TERLUKA

Di kaki Gunung Pangrango yang megah,  
Sukabumi yang dulu penuh berkah,  
Kini merintih dalam nestapa,  
Terluka oleh ulah penguasa.

Bukan gempa yang merobohkan,  
Bukan banjir yang menghanyutkan,  
Tapi kartel politik yang licik,  
Birokrasi yang tak peduli rakyat kecil.

"Selamat datang di Kabupaten Sukabumi,"  
Papan selamat datang itu berkata,  
Tapi siapa yang merasa selamat  
Ketika hidup penuh sengsara?

II. KARTEL POLITIK: CENGKERAMAN KEKUASAAN

Di balik meja mahogani yang mengkilap,  
Para elite politik berkonspirasi,  
Membagi-bagi kekuasaan seperti kue,  
Sementara rakyat mengemis keadilan.

"Siapa yang akan jadi bupati?"  
"Siapa yang dapat jatah proyek?"  
"Bagaimana kita bagi kursi DPRD?"  
Percakapan yang tak pernah melibatkan rakyat.

Partai A dan Partai B bertengkar,  
Tapi di belakang layar mereka bersekutu,  
Sama-sama mengisap darah rakyat,  
Sama-sama lupa pada janji kampanye.

Pilkada datang lima tahun sekali,  
Mereka tersenyum manis bagai malaikat,  
"Kami akan mengubah Sukabumi!"  
Tapi setelah menang, rakyat dilupakan.

 III. BIROKRASI YANG MEMBUSUK

Di Palabuhanratu, pusat pemerintahan,  
Gedung mewah berdiri megah,  
Tapi pelayanan tak kunjung membaik,  
ASN datang siang pulang pagi.

"Maaf, pak RT-nya sedang rapat,"  
"Dokumen Anda kurang stempel,"  
"Tunggu minggu depan saja,"  
"Urus ke sana dulu, pak."

Satu urusan sederhana  
Menjadi odyssey penderitaan,  
Bolak-balik kantor dinas,  
Kantong terkuras, hati lelah.

Korupsi merajalela,  
Dana bantuan rakyat digelapkan,  
Proyek infrastruktur menggelembung,  
Kualitas abal-abal, harga fantastis.

 IV. RAYA YANG MENINGGAL SIA-SIA

Raya, bocah berumur empat tahun,  
Di Kampung Padangenyang,  
Meninggal karena cacingan akut,  
Dalam kemiskinan yang mencekik.

Seandainya ada posyandu yang baik,  
Seandainya puskesmas tidak kehabisan obat,  
Seandainya anggaran kesehatan  
Tidak dimakan para koruptor...

Seandainya... seandainya...  
Kata yang terlalu sering terdengar  
Di bumi Sukabumi yang terluka,  
Di mana anak-anak mati sia-sia.

Berapa Raya lagi yang akan mati?  
Berapa tangis ibu yang terabaikan?  
Berapa masa depan yang hancur  
Karena sistem yang sudah membusuk?

V. JERITAN PETANI TERPINGGIRKAN

Di sawah-sawah Sukabumi yang hijau,  
Pak Tani membungkuk mencari nafkah,  
Tapi subsidi pupuk sering terlambat,  
Harga gabah dipermainkan tengkulak.

"Bantuan pemerintah mana?"  
Pak Tani bertanya dengan pasrah,  
"Katanya ada program untuk petani,  
Tapi kok yang sampai cuma janji?"

Lahan pertanian beralih fungsi,  
Jadi mal dan perumahan mewah,  
Para elite punya koneksi,  
Petani hanya bisa menangis.

Irigasi rusak tidak diperbaiki,  
Jalan tani berlubang-lubang,  
"Anggaran sudah habis," kata dinas,  
Tapi mobil dinas selalu yang terbaru.

VI. PELAYANAN PUBLIK YANG MENYIKSA

Ibu Siti hamil tua  
Perlu surat keterangan miskin,  
Untuk melahirkan gratis di rumah sakit,  
Tapi berhari-hari dipersulit.

"Foto kopi KTP suami,"  
"Surat pengantar RT, RW, Lurah,"  
"Tanda tangan camat,"  
"Stempel harus yang baru."

Sementara waktu melahirkan semakin dekat,  
Biaya terus membengkak,  
Ibu Siti stress dan khawatir,  
"Mengapa hidup jadi sesulit ini?"

Di negara yang katanya merdeka,  
Mengapa rakyat jadi budak birokrasi?  
Di tanah yang katanya makmur,  
Mengapa kemiskinan merajalela?

VII. GENERASI MUDA YANG PUTUS ASA

Dimas, lulusan SMA di Sukabumi,  
Bermimpi kuliah tapi tak ada biaya,  
Beasiswa? "Kuota sudah habis,  
Yang dapat itu anak pejabat."

Dia coba buka warung kecil,  
Izin usaha berbelit-belit,  
Retribusi ini, pajak itu,  
Belum laku sudah bangkrut.

"Buat apa sekolah tinggi-tinggi?"  
Kata Dimas dengan nada pahit,  
"Toh yang penting punya bapak,  
Di kantor pemerintahan."

Korupsi, nepotisme, kolusi,  
Sudah jadi budaya yang mengakar,  
Generasi muda yang jujur  
Kalah dengan yang punya koneksi.

VIII. KESEHATAN YANG TERABAIKAN

RSUD Sukabumi kekurangan dokter,  
Obat sering kosong di apotek,  
Puskesmas tutup sore hari,  
"Dokternya ada praktek pribadi."

Ketika wabah datang menyerang,  
Pemerintah daerah panik,  
"Tidak ada anggaran darurat,  
Tunggu pencairan dari pusat."

Masyarakat miskin mati menunggu,  
Yang kaya berobat ke Jakarta,  
Kesenjangan semakin menganga,  
Di negeri yang katanya adil.

Program JKN-KIS katanya gratis,  
Tapi banyak syarat yang menyulitkan,  
Rujukan sana-sini,  
Pasien mati di perjalanan.

IX. PENDIDIKAN YANG DISKRIMINATIF

SD Negeri di pelosok Sukabumi  
Atapnya bocor, dindingnya retak,  
Guru honor gajinya telat,  
Murid-murid belajar tanpa fasilitas.

Sementara itu di pusat kota,  
Sekolah swasta elit berdiri megah,  
Anak-anak pejabat berseragam rapi,  
Masa depan sudah terjamin.

"Pendidikan gratis untuk semua!"  
Jargon kampanye yang menyesatkan,  
Gratis tapi kualitasnya rendah,  
Masa depan anak bangsa terancam.

Buku pelajaran sering telat datang,  
Dana BOS dicuri koruptor,  
Sekolah minta sumbangan orang tua,  
"Kan demi kemajuan pendidikan."

X. INFRASTRUKTUR YANG MELUNCUR

Jalan di Sukabumi berlubang-lubang,  
"Sedang dalam perbaikan," kata plang,  
Tapi bertahun-tahun tak ada perubahan,  
Anggaran entah ke mana larinya.

Jembatan tua yang hampir roboh,  
Dibiarkan begitu saja,  
"Menunggu studi kelayakan,"  
Padahal sudah jelas berbahaya.

Air bersih sering macet,  
Listrik sering padam,  
Internet lemot di era digital,  
Pembangunan jalan di tempat.

Dana APBD triliunan rupiah,  
Tapi hasilnya tak terasa,  
"Sudah sesuai dengan rencana,"  
Kata Bappeda dengan bangga.

 XI. LINGKUNGAN YANG DIRUSAK

Sungai Cimandiri tercemar limbah,  
Ikan-ikan mati mengapung,  
"Itu tanggung jawab swasta,"  
Kata Dinas Lingkungan Hidup.

Hutan di lereng gunung digunduli,  
Untuk perkebunan sawit,  
Izin dari siapa? "Rahasia negara,"  
Banjir datang tiap musim hujan.

Sampah menumpuk di TPS,  
Mobil sampah jarang berkeliling,  
"Anggaran kebersihan terbatas,"  
Sementara gaji pejabat naik terus.

Udara Sukabumi mulai kotor,  
Pabrik-pabrik bermunculan,  
AMDAL? "Sudah sesuai prosedur,"  
Rakyat yang merasakan dampaknya.

XII. HAKIM YANG BERPIHAK

Ketika rakyat mencari keadilan,  
Pengadilan jadi pasar gelap,  
"Berapa untuk menang perkara?"  
Bisikan kotor di lorong pengadilan.

Koruptor besar divonis ringan,  
"Terbukti kooperatif dengan hakim,"  
Pencuri ayam dipenjara bertahun-tahun,  
"Hukum harus ditegakkan!"

Jaksa dan polisi bersekongkol,  
Berkas hilang, bukti lenyap,  
"Tidak cukup alat bukti,"  
Keadilan dijual dengan harga.

Advokat yang jujur terancam,  
"Jangan terlalu idealis,"  
Sistem peradilan sudah busuk,  
Keadilan cuma untuk yang mampu bayar.

 XIII. MEDIA YANG DIBUNGKAM

Wartawan yang berani menulis kebenaran,  
Dikriminalisasi dan diintimidasi,  
"Jangan mencampuri urusan pemerintah,"  
Ancaman datang bertubi-tubi.

Media lokal disogok dan dibeli,  
Berita negatif disensor sendiri,  
"Demi menjaga stabilitas daerah,"  
Kata-kata manis yang menyesatkan.

Kebebasan pers hanya di atas kertas,  
Dalam praktik penuh tekanan,  
Informasi publik disembunyikan,  
Transparansi cuma jadi jargon.

Blogger dan content creator  
Yang kritisi pemerintah daerah,  
Akun medsos-nya disuspend,  
"Melanggar aturan komunitas."

XIV. APARAT YANG MELUKAI

Polres Sukabumi seharusnya  
Melindungi dan mengayomi,  
Tapi malah jadi debt collector  
Untuk kepentingan penguasa.

Demonstrasi damai dibubarkan paksa,  
"Tidak ada izin dari kepolisian,"  
Padahal UUD menjamin  
Kebebasan berpendapat dan berkumpul.

Preman berseragam berkeliaran,  
"Pungli" di setiap ruas jalan,  
"Uang keamanan," katanya halus,  
Padahal sama saja dengan merampok.

Laporan masyarakat sering diabaikan,  
"Tidak ada bukti yang cukup,"  
Tapi kalau ada yang kritik penguasa,  
Langsung ditangkap dengan tuduhan makar.

XV. KEMISKINAN YANG STRUKTURAL

Data BPS: "Kemiskinan menurun,"  
Tapi di lapangan sebaliknya,  
Angka-angka bisa dimanipulasi,  
Realitas tidak bisa dibohongi.

Program pengentasan kemiskinan  
Ujung-ujungnya cuma pencitraan,  
Foto bersama dengan orang miskin,  
Setelah itu dilupakan.

Bantuan sosial tumpang tindih,  
Koordinasi antarinstansi amburadul,  
Yang butuh tidak dapat,  
Yang tidak butuh kebagian.

Kemiskinan bukan takdir,  
Tapi hasil dari sistem yang korup,  
Ketika para elite hidup mewah,  
Rakyat berjuang untuk bertahan hidup.

 XVI. HARAPAN YANG SIRNA

"Sukabumi Hebat, Sukabumi Sejahtera,"  
Slogan yang dipasang di mana-mana,  
Tapi rakyat bertanya-tanya,  
"Hebat dan sejahtera untuk siapa?"

Visi-misi pembangunan  
Cuma manis di atas kertas,  
Dalam realitas kehidupan,  
Penderitaan rakyat bertambah.

Generasi muda banyak yang hijrah,  
Ke Jakarta, ke luar negeri,  
"Di Sukabumi tidak ada masa depan,"  
Kata mereka dengan sedih.

Brain drain terjadi masif,  
Yang tersisa hanya yang pasrah,  
Daerah kehilangan SDM terbaiknya,  
Karena sistem yang tidak adil.

XVII. JERITAN HATI RAKYAT

Ya Allah, Tuhan Yang Maha Adil,  
Lihatlah penderitaan hambamu,  
Di bumi Sukabumi yang indah ini,  
Keadilan seakan sudah mati.

Kami bukan meminta yang muluk,  
Hanya ingin hidup layak,  
Mendapat pelayanan yang baik,  
Diperlakukan sebagai manusia.

Kami lelah dengan janji-janji,  
Kami bosan dengan pencitraan,  
Kami ingin perubahan nyata,  
Bukan sekadar pergantian nama.

Kapan luka raya ini akan sembuh?  
Kapan keadilan akan ditegakkan?  
Kapan rakyat Sukabumi  
Akan merasakan kemerdekaan sejati?

XVIII. CATATAN SEJARAH UNTUK MASA DEPAN

Kepada anak cucu kami kelak,  
Catat baik-baik sejarah ini:  
Di era 2020-an,  
Sukabumi pernah terluka parah.

Bukan karena bencana alam,  
Bukan karena penjajahan asing,  
Tapi karena anak bangsa sendiri  
Yang tega mengkhianati rakyat.

Para pemimpin yang seharusnya  
Jadi pelayan rakyat,  
Malah jadi raja-raja kecil  
Yang menindas dan merampok.

Sistem demokrasi yang diagung-agungkan  
Ternyata bisa dibajak oleh kartel,  
Suara rakyat yang konon sovereign  
Ternyata bisa dibeli dengan uang.

 XIX. DOA UNTUK PERUBAHAN

Ya Rabb, ampuni dosa-dosa  
Para penguasa yang lalim,  
Buka mata hati mereka  
Untuk melihat penderitaan rakyat.

Berikanlah hidayah  
Kepada mereka yang masih bisa berubah,  
Dan berikanlah balasan setimpal  
Kepada yang tetap dalam kelaliman.

Bangkitkan para pemimpin sejati,  
Yang amanah dan berintegritas,  
Yang takut kepada-Mu  
Lebih dari takut kehilangan jabatan.

Berilah kekuatan kepada rakyat  
Untuk terus berjuang melawan kezaliman,  
Jangan biarkan kami menyerah  
Pada keadaan yang tidak adil.

XX. PANGGILAN UNTUK BANGKIT

Wahai saudara-saudaraku  
Di seluruh Sukabumi,  
Jangan biarkan luka ini  
Menjadi luka yang permanen.

Mari kita bangkit bersama,  
Bukan dengan kekerasan,  
Tapi dengan kesadaran  
Dan perjuangan yang terorganisir.

Gunakan hak pilih dengan bijak,  
Jangan tergiur dengan uang  
Dan janji-janji manis  
Yang hanya akan mengecewakan.

Dukung pemimpin yang terbukti  
Berpihak kepada rakyat,  
Yang hidupnya sederhana  
Dan rekam jejaknya bersih.

Awasi kinerja pemerintahan,  
Kritisi kebijakan yang salah,  
Jangan biarkan korupsi  
Terus menggerogoti negeri ini.

Dokumentasikan setiap pelanggaran,  
Laporkan ke instansi yang berwenang,  
Jika tidak ada respons,  
Ekspos ke media massa.

Gunakan media sosial  
Untuk menyebarkan informasi,  
Bukan untuk hoax dan kebencian,  
Tapi untuk pencerahan dan perjuangan.

PENUTUP: HARAPAN DI UJUNG LUKA

Luka raya di bumi Sukabumi  
Bukanlah akhir dari segalanya,  
Dari luka yang paling dalam  
Bisa lahir kekuatan yang paling besar.

Sejarah membuktikan  
Bahwa rakyat yang tertindas  
Pada saatnya akan bangkit  
Dan menggulingkan para penindas.

Tidak ada rezim yang kekal,  
Tidak ada kartel yang tak terkalahkan,  
Yang kekal hanyalah keadilan  
Dan kehendak rakyat yang merdeka.

Suatu hari nanti,  
Anak-anak Sukabumi akan bertanya:  
"Bagaimana kakek nenek  
Mengalahkan para koruptor?"

Dan kita akan bercerita dengan bangga:  
"Dengan kesabaran dan ketekunan,  
Dengan persatuan dan solidaritas,  
Kami ubah Sukabumi jadi surga."

Sampai saat itu tiba,  
Mari kita terus berjuang,  
Obati luka raya ini  
Dengan cinta dan keadilan.

#SUKABUMI BANGKIT!  
#RAKYAT MENANG!
#KEADILAN TEGAK!

Puisi ini dipersembahkan untuk seluruh rakyat Sukabumi yang masih berjuang melawan sistem yang tidak adil. Semoga menjadi cambuk bagi para penguasa dan semangat bagi rakyat untuk terus memperjuangkan keadilan.                                
Bandung, 27 Agustus 2025                               
#SukabumiBebasKorupsi #RakyatMenangKeadilanTegak #LukaRayaHarusSembuh #Sundalandberduka #sundalandspirit #sundalandbangkit #sundalandmerdeka #sundaraya #jawabaratluka 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Asep Rohmandar : Presiden Masyarakat Peneliti Mandiri Sunda Nusantara

Seruan untuk Keadilan dalam Publikasi Ilmiah bagi Peneliti dari Negara Berkembang dan Dunia Keempat

Prolog Buku Komunikasi Pendidikan Yang Efektif? By Asep Rohmandar