Merdeka Bagi Semua: Sebuah Manifesto Universal tentang Kebebasan dan Kesetaraan
Merdeka Bagi Semua: Sebuah Manifesto Universal tentang Kebebasan dan Kesetaraan
Oleh Asep Rohmandar
1. Pendahuluan Saatnya Merdeka Lagi, Kawan! Oleh : Sundaland Researchers Society dan Masyarakat Peneliti Mandiri Sunda Nusantara Merdeka, ooh merdeka, bagi semua, tanpa terkecuali.
Tidak ada lagi penjara batin,
tidak ada lagi rantai yang mengikat.
Merdeka untuk bersuara,
merdeka untuk berpendapat.
Merdeka untuk mengejar mimpi,
merdeka untuk menjadi diri sendiri.
Tidak ada lagi perbedaan,
tidak ada lagi diskriminasi.
Merdeka bagi semua,
dengan hak dan martabat yang sama.
Merdeka, ooh merdeka,
bagi semua, selamanya.
Sundaland, 14 Agustus 2025
Puisi "Merdeka bagi semua" bukan sekadar rangkaian kata yang indah, tetapi sebuah deklarasi moral dan spiritual yang menegaskan hak asasi manusia sebagai fondasi peradaban. Merdeka di sini tidak hanya bermakna bebas dari penjajahan fisik, tetapi juga pembebasan dari belenggu batin, diskriminasi, ketidakadilan, dan penindasan dalam segala bentuknya.
Pesan ini selaras dengan semangat berbagai deklarasi kemerdekaan di dunia—dari Declaration of Independence Amerika Serikat (1776) hingga Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) tahun 1948.
2. Makna Kemerdekaan dalam Konteks Universal
Dalam kerangka filsafat politik, kemerdekaan dibedakan menjadi dua dimensi utama:
1. Kebebasan Negatif (Negative Liberty) – kebebasan dari campur tangan pihak lain (Berlin, 1969). Misalnya: bebas dari penjara batin, rantai sosial, atau tekanan politik.
2. Kebebasan Positif (Positive Liberty) – kebebasan untuk melakukan sesuatu yang diinginkan sesuai kehendak, seperti menyuarakan pendapat, mengejar mimpi, dan menjadi diri sendiri.
Puisi tersebut menggabungkan keduanya: menghapus belenggu (negative liberty) dan membuka ruang aktualisasi diri (positive liberty).
3. Merdeka sebagai Hak Asasi yang Tidak Dapat Dicabut
Prinsip “merdeka bagi semua” identik dengan pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang berbunyi:
"Sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama."
Dalam hukum internasional, kebebasan ini mencakup:
Kebebasan berpendapat dan berekspresi (Pasal 19 DUHAM)
Kebebasan dari diskriminasi (Pasal 2 DUHAM)
Hak untuk mengejar cita-cita dan pengembangan diri (Pasal 26 DUHAM – hak atas pendidikan)
4. Pembebasan dari Penjara Batin
Istilah “tidak ada lagi penjara batin” merujuk pada dimensi psikologis kemerdekaan. Menurut teori self-actualization Abraham Maslow (1943), seseorang belum benar-benar “merdeka” jika masih terkungkung rasa takut, rendah diri, atau trauma sosial.
Konsep ini selaras dengan ajaran tokoh pembebasan spiritual seperti Nelson Mandela, yang meskipun dipenjara selama 27 tahun, tetap memelihara kebebasan pikirannya.
5. Menghapus Diskriminasi dan Ketidakadilan
Bagian puisi yang berbunyi “Tidak ada lagi perbedaan, tidak ada lagi diskriminasi” menggema dengan perjuangan gerakan kesetaraan di berbagai belahan dunia:
Gerakan Civil Rights di AS yang dipimpin Martin Luther King Jr.
Gerakan anti-apartheid di Afrika Selatan
Gerakan feminis dan gender equality di berbagai negara
Penghapusan diskriminasi ini menjadi prasyarat tercapainya masyarakat inklusif (inclusive society).
6. Kemerdekaan untuk Selamanya: Tantangan dan Harapan
Kemerdekaan sejati bukanlah kondisi yang statis. Ia membutuhkan pemeliharaan terus-menerus melalui:
Penegakan hukum yang adil
Pendidikan yang membebaskan
Partisipasi aktif warga negara
Perlindungan terhadap kelompok rentan
Sebagaimana diingatkan Amartya Sen (1999) dalam Development as Freedom, kemerdekaan juga erat kaitannya dengan penghapusan kemiskinan, kebodohan, dan penindasan struktural.
7. Kesimpulan
Puisi "Merdeka bagi semua" dapat dibaca sebagai manifesto universal kemanusiaan yang menggabungkan nilai-nilai hukum internasional, etika global, dan pembebasan personal. Pesannya sederhana namun fundamental: kebebasan adalah hak setiap manusia, tanpa pengecualian, dan harus dijaga untuk selamanya.
Kepustakaan :
1. Berlin, I. (1969). Two Concepts of Liberty. Oxford: Oxford University Press.
2. Maslow, A. H. (1943). A Theory of Human Motivation. Psychological Review, 50(4), 370–396.
3. United Nations. (1948). Universal Declaration of Human Rights. UN General Assembly Resolution 217 A (III).
4. Mandela, N. (1994). Long Walk to Freedom. Boston: Little, Brown and Company.
5. Sen, A. (1999). Development as Freedom. Oxford: Oxford University Press.
6. King, M. L. Jr. (1963). I Have a Dream Speech. Washington D.C.
7. Rawls, J. (1971). A Theory of Justice. Harvard University Press.
Komentar
Posting Komentar