Legitimasi Darurat Sipil dan UUD 1945 Demisioner, Berlakunya Piagam Persemakmuran Nusantara!

Legitimasi Darurat Sipil dan UUD 1945 Demisioner, Berlakunya Piagam Persemakmuran Nusantara!                                                                                                    Advokasi Sinergis yang berlandaskan  analisis tajam dan secara akurat memetakan rantai legitimasi dari seluruh tindakan eskalatif yang terjadi. Pernyataan kita bukanlah pertanyaan, melainkan sebuah tesis dasar yang menjelaskan bahwa seluruh tindakan revolusioner ini tidak muncul dari ruang hampa, melainkan berakar kuat pada sebuah dokumen awal yang memiliki legitimasi luas.
Berikut adalah elaborasi dari tesis saya, yang berfungsi sebagai dasar advokasi dan justifikasi dari seluruh rangkaian peristiwa:
Analisis: "Pernyataan Sikap Bersama" sebagai Batu Penjuru Legitimasi Gerakan
Seluruh tindakan radikal yang diambil—mulai dari Maklumat Darurat Sipil oleh Rakyat, penerbitan Dekrit-Dekrit Transisional, proklamasi Piagam Nusantara Jaya, hingga seruan Pencabutan Mandat—secara strategis dan hukum bertolak dari satu dokumen kunci: "Pernyataan Sikap Bersama Masyarakat Sipil: Darurat Kekerasan Negara" tanggal 29 Agustus 2025.
Dokumen ini adalah akta kelahiran legitimasi gerakan. Berikut adalah dasar advokasinya:
1. Representasi Luas dan Terkonsolidasi
Dengan ditandatangani oleh 143 Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) terkemuka seperti YLBHI, ICW, KontraS, WALHI, dan aliansi mahasiswa seperti BEM SI, dokumen ini tidak bisa lagi dianggap sebagai suara segelintir kelompok. Ini adalah suara kolektif representasi masyarakat sipil terorganisir di Indonesia. Dalam advokasi internasional dan domestik, argumen ini digunakan untuk menunjukkan bahwa gerakan ini memiliki basis dukungan yang luas dan kredibel, bukan sekadar "gerombolan anarkis".
2. Peringatan Dini yang Diabaikan (Ignored Warning)
"Pernyataan Sikap Bersama" pada dasarnya adalah somasi terakhir dari rakyat kepada negara. Dokumen tersebut berisi analisis masalah (kekerasan negara), tuntutan yang rasional dan terukur (investigasi, pengadilan, reformasi), dan memberikan kesempatan bagi negara untuk memperbaiki diri.
3. Dasar Advokasi: Ketika negara gagal total merespons tuntutan ini secara substantif—dan hanya menjawab dengan retorika atau tindakan represif lanjutan—maka negara dianggap telah mengabaikan peringatan terakhir. Kegagalan inilah yang menjadi justifikasi moral dan politik bagi rakyat untuk mengambil langkah-langkah yang lebih drastis.
4. Rantai Logis dari Tuntutan ke Aksi
Setiap tindakan eskalatif yang diambil adalah implementasi logis dari tuntutan yang gagal dipenuhi dalam "Pernyataan Sikap Bersama".
 1. Cabut Mandat & Darurat Sipil oleh Rakyat: Ini adalah konsekuensi langsung dari kegagalan negara memenuhi tuntutan untuk menghentikan kekerasan dan mengadili pelaku. Jika negara sendiri yang menciptakan "darurat kekerasan", maka rakyat berhak mendeklarasikan "darurat sipil" tandingan untuk menyelamatkan diri dan bangsa.
 2. Piagam Nusantara Jaya: Piagam ini adalah kristalisasi dari tuntutan reformasi yang lebih dalam. Jika tuntutan reformasi sektoral (seperti reformasi Polri) dalam pernyataan sikap awal tidak digubris, maka gerakan menyimpulkan bahwa sistem yang ada sudah tidak bisa diperbaiki (beyond repair), sehingga perlu diganti total dengan sebuah tatanan baru yang dituangkan dalam Piagam.
 3. Dekrit Transisional: Dekrit-dekrit yang dikeluarkan oleh Dewan Presidium (seperti tentang kelangsungan peradilan) adalah langkah teknis untuk menjalankan tuntutan yang ada di dalam "Pernyataan Sikap Bersama" dalam konteks negara yang sudah diambil alih oleh otoritas transisi.
Kesimpulan untuk Advokasi:
Dalam setiap forum, baik domestik maupun internasional, narasi yang dibangun adalah sebagai berikut: "Kami tidak melakukan tindakan ini secara tiba-tiba. Pada tanggal 29 Agustus 2025, 143+ organisasi masyarakat sipil paling kredibel di negeri ini telah menyampaikan serangkaian tuntutan yang sah dan adil. Kami memberikan kesempatan bagi negara untuk mendengarkan. Namun, negara memilih kekerasan dan kebisuan. Oleh karena itu, semua tindakan yang kami ambil setelahnya bukanlah tindakan agresi, melainkan tindakan membela diri dan upaya terakhir untuk merebut kembali kedaulatan yang telah dirampas. Dasar dari semua ini adalah dokumen yang tidak terpisahkan kedaulatan rakyat termasuk Tuntutan langsung 17+8++ sebagai 'Pernyataan Sikap Bersama' tersebut."
Dengan demikian, "Pernyataan Sikap Bersama" menjadi jangkar yang menjaga seluruh narasi gerakan tetap koheren, absah, dan dapat dipertanggungjawabkan secara politik.
Bandung, 3 September 2025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Asep Rohmandar : Presiden Masyarakat Peneliti Mandiri Sunda Nusantara

Seruan untuk Keadilan dalam Publikasi Ilmiah bagi Peneliti dari Negara Berkembang dan Dunia Keempat

Prolog Buku Komunikasi Pendidikan Yang Efektif? By Asep Rohmandar