Usulan Amandemen ke-5 (lima) UUD 1945 menuju UUD Merdeka Persemakmuran
Usulan Amandemen ke-5 (lima) UUD 1945 menuju UUD Merdeka Persemakmuran Oleh A. Rohmandar Usulan Amandemen ke-5 (lima) UUD 1945 menuju UUD Merdeka Persemakmuran secara komprehensif, dengan menekankan pada aspek:
- Pembatasan masa jabatan DPR/DPRD,
- Pembatasan kepemilikan aset,
- Perubahan tata negara dari bentuk kesatuan ke persemakmuran,
- Penguatan kembali peran MPR dan mekanisme referendum,
- Sinergi dengan wawasan Nusantara.
Saya lengkapi juga dengan landasan teoritis dan referensi ilmiah-historis.
USULAN AMANDEMEN KE-5 UUD 1945 MENUJU UUD MERDEKA PERSEMAKMURAN
I. Pendahuluan
Perubahan UUD 1945 telah dilakukan sebanyak empat kali (1999–2002). Namun, masih terdapat kelemahan fundamental dalam hal pembatasan kekuasaan, akuntabilitas lembaga legislatif, ketimpangan kepemilikan aset, serta absennya mekanisme demokrasi langsung berupa referendum. Selain itu, perubahan tata negara dari bentuk kesatuan ke bentuk persemakmuran dinilai lebih sesuai dengan realitas geopolitik Nusantara yang majemuk, beragam, dan memiliki akar budaya federalitas adat.
Maka, diperlukan Amandemen ke-5 sebagai penyempurnaan konstitusi menuju UUD Merdeka Persemakmuran, yang meneguhkan kedaulatan rakyat, keadilan sosial, dan integrasi Nusantara.
II. Rumusan Pokok Perubahan
1. Pembatasan Masa Jabatan DPR/DPRD
- Usulan Pasal Baru: Anggota DPR dan DPRD dibatasi maksimal 2 periode (10 tahun), baik berturut-turut maupun tidak.
- Alasan:
- Mencegah oligarki politik dan politik dinasti (lihat: Jeffrey Winters, Oligarchy, 2011).
- Menumbuhkan regenerasi kepemimpinan dan demokrasi partisipatif.
- Contoh praktik baik: Pembatasan masa jabatan legislatif di negara-negara persemakmuran seperti Kanada (konvensi politik) dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat (term limits for legislators).
2. Pembatasan Kepemilikan Aset
- Usulan Pasal Baru:
- Kepemilikan tanah, sumber daya alam, dan aset vital strategis tidak boleh terkonsentrasi pada individu/korporasi tertentu.
- Maksimal kepemilikan tanah oleh perorangan dibatasi sesuai prinsip keadilan sosial (misal 25 hektar).
- Kepemilikan asing pada sektor strategis dibatasi maksimal 30%.
- Landasan: Pasal 33 UUD 1945 (ekonomi kerakyatan) diperkuat dengan prinsip distribusi aset adil.
- Referensi: Thomas Piketty, Capital in the Twenty-First Century (2014) — menekankan bahaya konsentrasi kekayaan.
3. Perubahan Tata Negara dari Kesatuan ke Persemakmuran
- Usulan: Negara Indonesia diubah menjadi Persemakmuran Nusantara, terdiri atas beberapa negara bagian/kepulauan otonom (misal: Persemakmuran Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Bali-Nusa Tenggara, Maluku).
- Struktur:
- Pemerintah Pusat (Union Government) mengurusi pertahanan, hubungan luar negeri, keuangan nasional, dan standar hukum dasar.
- Negara bagian mengelola pendidikan, budaya, ekonomi lokal, dan tata kelola daerah.
- Alasan:
- Sejalan dengan Wawasan Nusantara (Bintoro Tjokroamidjojo, Wawasan Nusantara dalam Pembangunan Nasional, 1982).
- Mencegah sentralisme Jakarta dan memperkuat otonomi asli daerah.
- Referensi: Alfred Stepan, Federalism and Democracy: Beyond the U.S. Model (2001).
4. Menghidupkan Kembali MPR sebagai Lembaga Tertinggi
- Usulan:
- MPR kembali sebagai lembaga tertinggi yang mewakili rakyat dan daerah (DPR + DPD + Utusan Golongan + Utusan Adat).
- MPR memiliki kewenangan referendum, amandemen konstitusi, serta arah kebijakan makro negara.
- Alasan:
- Mengembalikan kedaulatan rakyat sebagai prinsip utama demokrasi Indonesia dan Ala Nusantara.
- Menyerap kearifan lokal musyawarah mufakat (lihat: Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, 2005).
5. Mekanisme Referendum Nasional
- Usulan Pasal Baru:
- Referendum wajib diadakan untuk:
- Amandemen UUD,
- Penggabungan/pemisahan wilayah,
- Kebijakan strategis (utang luar negeri besar, aliansi militer, dsb).
- Referendum wajib diadakan untuk:
- Referensi: Praktik referendum di Swiss, Inggris (Brexit), serta Filipina (plebisit konstitusional).
- Alasan: Demokrasi langsung untuk memperkuat legitimasi rakyat.
6. Sinergi dengan Wawasan Nusantara
- UUD Merdeka Persemakmuran harus mencantumkan bahwa segala bentuk penyelenggaraan negara, tata ruang, pembangunan, dan hubungan antarbangsa berlandaskan pada Wawasan Nusantara:
- Kesatuan wilayah darat, laut, udara, dan ruang digital.
- Keadilan sosial dan harmoni antar-etnis.
- Referensi: Lemhannas RI (1999), Wawasan Nusantara: Konsepsi Geopolitik Indonesia.
III. Naskah Usulan Amandemen (Ringkas)
Pasal X (baru)
- Masa jabatan anggota DPR dan DPRD dibatasi paling banyak dua kali masa jabatan.
- Kepemilikan tanah, sumber daya alam, dan aset vital dibatasi sesuai prinsip keadilan sosial.
- Negara Kesatuan Republik Indonesia diubah menjadi Persemakmuran Nusantara yang terdiri dari negara-negara bagian.
- Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan lembaga tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat dan daerah.
- Referendum nasional merupakan mekanisme sah untuk mengesahkan perubahan konstitusi dan kebijakan strategis negara.
- Segala penyelenggaraan negara berlandaskan Wawasan Nusantara.
IV. Kesimpulan
Amandemen ke-5 menuju UUD Merdeka Persemakmuran merupakan langkah strategis untuk memperkuat demokrasi substantif, menghindari oligarki, mencegah ketimpangan aset, serta meneguhkan identitas Nusantara dalam bingkai persemakmuran. Dengan adanya pembatasan jabatan, mekanisme referendum, dan penguatan kembali MPR, maka kedaulatan rakyat tidak hanya menjadi retorika, tetapi juga praktik konstitusional yang nyata.
V. Referensi
- Asshiddiqie, Jimly. (2005). Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press.
- Lemhannas RI. (1999). Wawasan Nusantara: Konsepsi Geopolitik Indonesia. Jakarta.
- Piketty, Thomas. (2014). Capital in the Twenty-First Century. Harvard University Press.
- Stepan, Alfred. (2001). Federalism and Democracy: Beyond the U.S. Model. Journal of Democracy, 10(4).
- Tjokroamidjojo, Bintoro. (1982). Wawasan Nusantara dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: LP3ES.
- Winters, Jeffrey. (2011). Oligarchy. Cambridge University Press.
- Huda, Ni’matul. (2005). Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
- Sujatmiko, G. (2012). Demokrasi dan Referendum di Negara-negara Dunia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Komentar
Posting Komentar