Dari Call To Action 1928 Ke Sumpah Persemakmuran Nusantara 2025
Dari Call To Action 1928 Ke Sumpah Persemakmuran Nusantara 2025 Relevansi Sumpah Pemuda 1928 dan mengembangkannya ke dalam konteks yang Anda sebutkan, yaitu "Sumpah Pemuda Persemakmuran Nusantara 2025."
Dari Ikrar 1928 Menuju Visi 2025: Sumpah Pemuda Persemakmuran Nusantara
Tanggal 28 Oktober adalah penanda janji keramat, sebuah tonggak sejarah yang mengkristalkan semangat persatuan di atas kepingan perbedaan. Sumpah Pemuda tahun 1928 bukan sekadar teks yang dihafal, melainkan deklarasi tentang kelahiran jiwa kebangsaan yang tunggal—Indonesia. Tiga poin ikrar itu—satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa—telah berhasil merobohkan sekat-sekat kesukuan dan kedaerahan demi cita-cita kemerdekaan. Kini, di ambang tahun 2025, ketika Indonesia telah berdiri kokoh dan menghadapi tantangan zaman yang baru, semangat ikrar tersebut perlu direvitalisasi dan diperluas maknanya. Inilah saatnya bagi generasi muda untuk merumuskan Sumpah Pemuda Persemakmuran Nusantara 2025.
Jika Sumpah Pemuda 1928 adalah respons terhadap penjajahan fisik dan fragmentasi identitas, maka Sumpah Pemuda Persemakmuran Nusantara 2025 adalah respons terhadap ancaman globalisasi, krisis iklim, disrupsi digital, dan tantangan keadilan sosial-ekonomi. Konsep "Persemakmuran Nusantara" bukan berarti meninggalkan identitas kebangsaan Indonesia, melainkan memperkaya dan memperkuatnya dalam konteks ekosistem global dan regional yang saling terhubung. Ini adalah visi yang menempatkan kesejahteraan bersama, keberlanjutan lingkungan, dan kedaulatan digital sebagai pilar-pilar utama.
Pertama, Perluasan Makna "Satu Tanah Air" menjadi "Satu Ekologi Nusantara yang Berkelanjutan."
Para pemuda 1928 berjanji bertumpah darah satu: tanah Indonesia. Bagi generasi 2025, ikrar ini harus melampaui batas administrasi dan politik. Ia harus mencakup komitmen untuk menjaga integritas ekologi Nusantara, dari Sabang hingga Merauke, dari laut terdalam hingga hutan tropis. Sumpah Persemakmuran Nusantara harus mencantumkan komitmen tegas untuk menjadi penjaga lingkungan, berjuang melawan perubahan iklim, dan memastikan bahwa kekayaan alam tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang, tetapi menjadi modal kolektif bagi kemakmuran lintas generasi. Sumpah ini adalah tentang berjanji untuk tidak lagi merusak rumah bersama.
Kedua, Perubahan "Satu Bangsa" menjadi "Satu Masyarakat Majemuk yang Adil dan Berempati."
Menyatakan diri berbangsa satu, bangsa Indonesia, pada tahun 1928 adalah aksi radikal yang menyatukan keberagaman suku. Hari ini, persatuan tidak lagi cukup hanya diikrarkan; ia harus diwujudkan dalam praktik keadilan dan empati sosial. Sumpah Persemakmuran Nusantara mendesak generasi muda untuk meruntuhkan kesenjangan, memerangi intoleransi dan diskriminasi, serta memastikan bahwa setiap individu, terlepas dari latar belakang agama, etnis, atau gender, memiliki kesempatan yang sama. Pemuda 2025 harus menjadi agen yang menjamin bahwa "Persemakmuran" adalah milik semua, bukan hanya sekelompok elit, dengan menjunjung tinggi musyawarah, demokrasi, dan keadilan substantif.
Ketiga, Transformasi "Menjunjung Bahasa Persatuan" menjadi "Menguasai Literasi Global dan Beretika Digital."
Bahasa Indonesia adalah perekat yang tak terbantahkan. Di era 2025, peran bahasa persatuan perlu dilengkapi dengan penguasaan literasi-literasi baru. Bahasa persatuan masa kini adalah juga kemampuan untuk menavigasi ruang digital, membedakan fakta dan hoaks, serta memanfaatkan teknologi sebagai alat pembangunan, bukan perpecahan. Sumpah Persemakmuran Nusantara adalah janji untuk menggunakan suara di media sosial dan platform global secara bijak, menjunjung tinggi etika digital, dan mempromosikan narasi positif Nusantara di panggung dunia, sekaligus mempertahankan Bahasa Indonesia sebagai identitas utama.
Sumpah Pemuda Persemakmuran Nusantara 2025 adalah panggilan untuk bertindak. Ini adalah ikrar bahwa generasi muda hari ini siap mewarisi api, bukan abu, dari para pendahulu. Mereka tidak hanya harus melanjutkan semangat persatuan, tetapi juga menjadi arsitek persemakmuran baru, di mana keseimbangan ekologi, keadilan sosial, dan kedaulatan digital menjadi landasan bagi Indonesia yang maju, lestari, dan bermartabat di tengah pusaran dunia.
Maka, di tanggal 28 Oktober, mari kita tidak hanya mengenang masa lalu, tetapi merayakan visi masa depan dengan Sumpah yang baru, lebih relevan, dan lebih ambisius. Sebuah ikrar pemuda yang berjanji menjadikan Nusantara bukan sekadar nama, melainkan sebuah Persemakmuran yang sejati, adil, dan berkelanjutan.
Komentar
Posting Komentar