Judul Artikel: Menyalakan Partisipasi Kritis Manusia Sunda Di Ruang Sosial dan Politik

Dayeuhkolot, 7 Oktober 2025                                                                                         
Kepada Yth.  
Redaksi Opini Pikiran Rakyat  
Email: opini@pikiran-rakyat.com  

Perihal: Pengajuan Artikel Opini untuk Publikasi  

Dengan hormat,  

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:  
Nama: Asep Rohmandar  
Profesi: Arsitek sistem federatif dan peneliti reflektif dalam bidang pendidikan dan tata kelola berbasis artefak  
Institusi/Komunitas: Masyarakat Peneliti Mandiri Sunda Nusantara (MPMSN) dan Persemakmuran Nusantara  

Dengan ini mengajukan artikel opini untuk dipertimbangkan dalam rubrik opini Pikiran Rakyat. Adapun judul artikel yang saya ajukan adalah:  

Judul Artikel: Menyalakan Partisipasi Kritis Manusia Sunda Di Ruang Sosial dan Politik

Artikel ini ditulis sebagai bagian dari upaya reflektif dan konstruktif untuk mendorong transformasi pendidikan dan tata kelola di Indonesia melalui pendekatan federatif, spiritual, dan berbasis dokumentasi artefak.  

Sebagai pemenuhan persyaratan redaksi, bersama surat ini saya lampirkan:  
1. Naskah artikel opini (maksimal 6.000 karakter)  
2. Identitas penulis (CV singkat dan foto diri)  
3. Pernyataan orisinalitas dan belum pernah diterbitkan di media lain  

Saya berharap artikel ini dapat memberikan kontribusi positif bagi wacana publik dan menjadi bagian dari dialog konstruktif yang Pikiran Rakyat fasilitasi.  

Demikian surat pengantar ini saya sampaikan. Atas perhatian dan kesempatan yang diberikan, saya ucapkan terima kasih.  

Hormat saya,  
Asep Rohmandar  
HP/WA: 083821543522
Email: rasep7029@gmail.com
E Wallet Dana/Gopay : 083821543522                                                                                                                                                   Judul Opini : Menyalakan Partisipasi Kritis Manusia Sunda Di Ruang Sosial dan Politik

Oleh: Asep Rohmandar *) 
*) Ketua Masyarakat Penelitian Mandiri Sunda Nusantara (MPMSN) dan Persemakmuran Nusantara
                                                                           
Setelah membaca simpulan dari berita Pikiran Rakyat Dari September hingga 7  Oktober 2025 tentang APBD dan Hak Rakyat Jawa Barat 2025, saya memberikan catatan penting.  1. Ketimpangan Prioritas Anggaran
Meskipun pemerintah pusat meningkatkan transfer dana ke daerah hingga Rp600 triliun, alokasi APBD Jawa Barat 2025 menunjukkan ketimpangan dalam prioritas. Di satu sisi, ada alokasi besar untuk lembaga keagamaan, namun di sisi lain, bantuan untuk pesantren, madrasah, dan rumah ibadah justru dihapus. Ini menimbulkan pertanyaan tentang konsistensi dan keadilan dalam distribusi anggaran berbasis kebutuhan rakyat.   2. Infrastruktur yang Dinilai Tidak Efektif
Pembangunan infrastruktur di Jawa Barat disebut “tidak efektif” oleh beberapa sumber berita. Hal ini mengindikasikan bahwa anggaran besar tidak selalu berbanding lurus dengan dampak nyata bagi masyarakat, terutama jika tidak disertai partisipasi publik dalam perencanaan dan evaluasi. 3. Minimnya Transparansi dan Partisipasi
Berita-berita tersebut mencerminkan rendahnya partisipasi kritis warga dalam proses APBD, baik dalam formulasi maupun pengawasan. Hak rakyat untuk mengetahui, mengusulkan, dan mengevaluasi penggunaan anggaran belum sepenuhnya dijamin secara sistemik.  4. Hak Rakyat Terancam oleh Politik Anggaran
Ketika keputusan anggaran lebih ditentukan oleh elite politik daripada kebutuhan komunitas, maka hak dasar warga—terutama pendidikan, spiritualitas, dan pelayanan publik—berisiko terpinggirkan. Ini memperkuat urgensi untuk membangun sistem audit sosial dan mentoring komunitas berbasis artefak.

Krisis yang Menyimpan Potensi Kebangkitan

Di tengah hiruk-pikuk demokrasi prosedural dan birokrasi yang semakin menjauh dari rakyat, manusia Sunda menghadapi krisis partisipasi kritis dalam ruang sosial dan politik. Krisis ini bukan sekadar soal apatisme, melainkan refleksi dari alienasi struktural, polarisasi sosial, dan lemahnya sistem representasi. Namun, di balik krisis ini, tersimpan potensi kebangkitan spiritual dan etis yang dapat menyalakan kembali peran warga Sunda sebagai subjek aktif dalam membangun masyarakat sipil yang adil, inklusif, dan bermartabat.

Sebagaimana ditegaskan Hendardi dalam bukunya Konsolidasi: Demokrasi dan Kepemimpinan, “Demokrasi bukan titik akhir, melainkan proses konsolidasi nilai.” Maka, partisipasi kritis bukan sekadar hak, tetapi tanggung jawab spiritual dan sosial yang harus dihidupkan kembali.

Bagian I: Memetakan Krisis Partisipasi Kritis

1. Alienasi Politik dalam Keluarga dan Komunitas
Dalam analisis KURPOL FDA, menunjukkan bahwa anak-anak di Kabupaten Bandung tidak dididik untuk menjadi insan mandiri dalam politik keluarga. Keputusan penting didominasi oleh orang dewasa, menciptakan alienasi sejak dini. Kesadaran politik masyarakat rendah karena politik dipahami secara evaluatif, bukan kognitif. Ini menciptakan ketidakpedulian terhadap negara sebagai ruang milik bersama. “Dalam masyarakat yang tidak memiliki kesadaran politik, yang terjadi adalah ketidakpedulian terhadap Negara: termasuk dalam hal menjalankan politik, yang berarti tidak memiliki kesadaran bahwa Negara adalah milik bersama.” – KURPOL FDA

2. Polarisasi Sosial dan Krisis Hak Asasi
Buku Hak Asasi Manusia di Tengah Polarisasi Sosial mengungkap bahwa polarisasi identitas dan lemahnya representasi publik memperparah krisis hak dasar warga. Ketegangan antar kelompok sosial membuat ruang publik menjadi arena eksklusi, bukan inklusi. “Polarisasi sosial telah menggerus solidaritas warga dan memperlemah perlindungan HAM.” – Suprapto Estede dkk.

3. Neo-Patrimonialisme dan Hierarki Politik
Dalam bahan KURPOL FDA menegaskan bahwa budaya politik lokal masih bersifat hierarkis dan pesimis, dipengaruhi oleh neo-patrimonialisme yang melemahkan partisipasi warga. Negara menjadi aktor dominan yang menekan, bukan memfasilitasi.

Bagian II: Dimensi Struktural – Manipulasi Anggaran dan SPJ Fiktif

1. Politik APBD sebagai Arena Kepentingan. Dalam dokumen politik APBD penulis menemukan beberapa lintasan kritis menunjukkan bahwa anggaran daerah telah menjadi arena tarik-menarik kepentingan. Dalam praktiknya, anggaran tidak lagi menjadi alat pelayanan publik, melainkan mediasi kepentingan elite. “Anggaran menjadi arena politik yang sangat strategis.” – Politik APBD

2. SPJ Fiktif dan Stempel Palsu. Artefak bukti SPJ menunjukkan praktik manipulatif seperti belanja fiktif, stempel palsu, dan kas daerah kosong. Ini memperlihatkan lemahnya akuntabilitas dan etika birokrasi, yang berdampak langsung pada kualitas layanan publik dan hak dasar warga. “SPJ ke atasan... dilakukan dengan cara peng-SPJ-an belanja operasional. Apakah ini juga merupakan fenomena umum dan rasional?” – Dokumen SPJ APBD 

Bagian III: Inspirasi Etis – Pembangkangan Sipil dan Agensi Perempuan

1. Thoreau dan Etika Ketidaktaatan
Buku Pembangkangan Sipil karya Henry David Thoreau menjadi inspirasi penting: bahwa ketidaktaatan terhadap sistem yang tidak adil adalah bentuk tertinggi dari tanggung jawab moral. Dalam konteks Sunda, pembangkangan sipil dapat dimaknai sebagai penolakan spiritual terhadap birokrasi yang tidak melayani rakyat. “Pemerintah terbaik adalah yang paling sedikit memerintah.” – Henry David Thoreau

2. Menyuarakan yang Tak Terdengar
Poster dari Universitas Indonesia menunjukkan bahwa agensi perempuan dalam teks suci dan ruang publik adalah bagian penting dari kebangkitan partisipatif. Dalam budaya Sunda yang menjunjung harmoni dan spiritualitas, perempuan memiliki peran strategis dalam membangun narasi politik yang inklusif dan etis.  “Pemikiran, agensi, dan gerakan perempuan di balik lembar kitab suci.” – Fakultas Ilmu Budaya UI

Bagian IV: Pelajaran Global dan Lokal – Masyarakat Sipil Arab dan Kebijakan Publik

1. Krisis Masyarakat Sipil Arab
Buku Krisis Masyarakat Sipil Arab Mendekati Horison karya Halim Barakat menunjukkan bahwa masyarakat sipil yang tertekan tetap menyimpan potensi kebangkitan melalui pendidikan dan kesadaran kolektif. Ini menjadi cermin bagi Nusantara untuk membangun sistem masyarakat sipil yang berbasis spiritualitas dan partisipasi. “Masyarakat sipil Arab terjebak antara otoritarianisme negara dan fragmentasi sosial.” – Halim Barakat

2. Formulasi Kebijakan Publik
Poster Kebijakan Publik oleh Asep Deni menegaskan pentingnya formulasi, implementasi, dan evaluasi kebijakan yang partisipatif dan berbasis nilai. Ini membuka ruang bagi warga untuk terlibat aktif dalam proses kebijakan, bukan sekadar menjadi objek.“Kebijakan publik harus dianalisis, dievaluasi, dan diformulasikan secara partisipatif.” – Yayasan Cendekia Muda Mandiri

Bagian V: Solusi Spiral – Menyalakan Kembali Partisipasi Kritis

Mengerjakan Spiral Transformasi Etis Sunda. Tentu, ini adalah upaya untuk menjelaskan model Spiral Reflektif yang tampaknya berakar pada Penelitian Tindakan Partisipatif (PAR) atau sejenisnya, dengan fokus pada perubahan sosial dan etika.
Berikut adalah narasi opini yang mudah dicerna, membangun Perubahan dari Dalam. Menjelajahi Spiral Reflektif untuk 
Menciptakan perubahan sosial yang berkelanjutan tak bisa hanya bermodal semangat. Kita membutuhkan sebuah peta jalan yang mengintegrasikan refleksi mendalam, aksi nyata, dan etika. Model Spiral Reflektif menawarkan kerangka kerja empat tahap yang ampuh, membawa kita dari identifikasi masalah hingga replikasi solusi di komunitas yang lebih luas. Ini bukan sekadar teori, melainkan panduan praktis untuk siapa pun yang ingin melihat komunitasnya bertumbuh.
1. Menemukan Jati Diri yang Hilang: Identifikasi
Tahap pertama adalah tentang kejujuran radikal. Fokus kita adalah Menemukan titik alienasi dan manipulasi—mencari tahu di mana letak ketidakadilan, ketidakberdayaan, atau sistem yang 'menjebak' kita tanpa sadar.
Artefak yang Bisa Dibuat: Untuk benar-benar melihat masalah, kita perlu data yang jujur, bukan hanya asumsi. Maka, kita membuat Template audit sosial untuk memetakan dampak suatu kebijakan, dan Narasi komunitas yang menceritakan langsung pengalaman warga—suara-suara yang selama ini terabaikan. Ini adalah langkah awal yang krusial untuk memastikan kita menangani akar masalah yang sesungguhnya.
2. Menggali Kekuatan di Masa Lalu: Refleksi
Setelah masalah teridentifikasi, kita harus bergerak ke dalam. Tahap Refleksi berfokus pada Menggali akar budaya dan spiritualitas. Perubahan yang etis harus berakar pada nilai-nilai luhur komunitas itu sendiri, bukan sekadar impor ide dari luar. Kita mencari tahu apa yang menjadi kekuatan dan kearifan lokal yang telah lama terlupakan atau terpinggirkan.
Artefak yang Bisa Dibuat: Proses introspeksi ini diwujudkan melalui Autoetnografi warga, di mana setiap individu menggali dan menuliskan pengalamannya dalam konteks sosial budaya, menjadikannya alat refleksi kolektif. Kemudian, Mentoring komunitas dilakukan untuk mentransfer kearifan antar generasi, memastikan bahwa nilai-nilai etis ini tidak hanya ditemukan, tetapi juga hidup dan dipraktikkan.
3. Merancang Dunia yang Lebih Adil: Transformasi
Inilah tahap aksi dan kreasi. Transformasi adalah tentang Mendesain sistem partisipatif berbasis etika. Setelah kita tahu masalahnya (Identifikasi) dan memiliki nilai dasarnya (Refleksi), kini saatnya membangun solusinya. Solusi ini harus partisipatif, artinya melibatkan semua pihak, dan berbasis etika, memastikan keadilan menjadi pondasi utamanya.
Artefak yang Bisa Dibuat: Untuk memastikan keberlanjutan, kita membuat Modul kebijakan etis—seperangkat panduan praktis untuk pengambilan keputusan di level komunitas atau organisasi. Selain itu, Visualisasi spiral dibuat untuk memetakan perjalanan ini, menjadi alat pengingat kolektif bahwa proses perubahan ini adalah sebuah siklus yang harus terus dilakukan.
4. Menyebar Virus Kebaikan: Replikasi
Perubahan tidak boleh berhenti di satu tempat. Tahap Replikasi fokus pada Menyebarkan praktik baik ke komunitas lain. Ini adalah tentang skalabilitas dan membangun gerakan yang lebih besar.
Artefak yang Bisa Dibuat: Di sinilah lahir Blueprint federatif, semacam cetak biru yang menjelaskan bagaimana komunitas lain dapat mengadaptasi model sukses ini tanpa kehilangan konteks lokal mereka. Terakhir, kita merancang Sistem deliberatif lokal, yaitu mekanisme formal dan informal agar warga dapat terus berdiskusi, mengambil keputusan bersama, dan memastikan api perubahan terus menyala di tingkat akar rumput.
Model Spiral Reflektif ini mengingatkan kita: perubahan sejati bukanlah tujuan, melainkan sebuah proses spiral yang tak pernah berhenti. Dimulai dari refleksi diri, berlanjut ke aksi yang etis, dan berakhir pada penyebaran dampak baik ke lingkungan yang lebih luas.

Strategi Solutif : 1. Mentoring Komunitas Berbasis Artefak. Menggunakan dokumentasi SPJ, APBD, dan narasi spiritual sebagai alat pendidikan politik warga. 2. Tafsir Kritis dan Agensi Perempuan.  Membangun ruang tafsir inklusif yang mengangkat suara perempuan dan kelompok marginal. 3. Pembangkangan Sipil Etis.  Mendorong warga untuk menolak praktik birokrasi yang tidak adil melalui aksi reflektif dan spiritual.  4. Kebijakan Publik Partisipatif.  Mendesain sistem kebijakan yang melibatkan warga sejak tahap formulasi hingga evaluasi. 5. Federasi Sunda Global.  Mengintegrasikan nilai-nilai Sunda, spiritualitas, dan pelajaran global ke dalam sistem federatif yang hidup dan adaptif.
Perspektif manusia Sunda, baik dalam konteks budaya lokal maupun global, berakar kuat pada nilai-nilai kearifan lokal yang menekankan harmoni, kesantunan, dan etika hubungan. Transisi ke era globalisasi menempatkan pandangan ini dalam posisi strategis sekaligus menantang.                                                         
Berikut penjelasan perspektif manusia Sunda dalam dua konteks tersebut:
1. Sunda Budaya: Pondasi Nilai Lokal
Perspektif manusia Sunda secara tradisional dibentuk oleh filosofi hidup yang mendalam dan etika sosial yang tinggi. Nilai-nilai ini menjadi jangkar identitas mereka.
A. Filosofi Utama: Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh
Inti dari pandangan hidup Sunda adalah falsafah "Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh" (Saling Mengasihi, Saling Mengasah ilmu/pengetahuan, Saling Mengasuh/Membimbing). Ini mencerminkan etika sosial yang komprehensif:
 1. Silih Asih: Mengutamakan kasih sayang, empati, dan kerukunan antar sesama.
 2. Silih Asah: Mendorong proses belajar, pertukaran ilmu, dan peningkatan kualitas diri secara berkelanjutan.
 2. Silih Asuh: Menunjukkan sikap saling menjaga, membimbing, dan melindungi, terutama terhadap yang lebih muda atau lemah.
B. Etos Kepribadian: Cageur, Bageur, Bener, Pinter, Singer
Manusia Sunda ideal berpegang pada lima etos yang membentuk karakter:
 1.Cageur: Sehat, baik jasmani maupun rohani, memiliki mental yang kuat.
 2. Bageur: Baik hati, ramah, murah senyum, dan suka menolong (someah).    3. Bener: Jujur, lurus, memegang kebenaran dan etika moral.
4. Pinter: Cerdas, berilmu, dan berwawasan luas.
5.Singer: Mawas diri, peka terhadap lingkungan, dan memiliki kearifan.
C. Hubungan dengan Alam: Gugon Tuhon
Masyarakat Sunda tradisional, yang memiliki akar agraris (peladang), memiliki hubungan harmonis dengan alam. Filosofi "nyaah ka alam" (sayang kepada alam) atau "Gugon Tuhon" (taat dan setia pada aturan alam) menempatkan manusia sebagai bagian dari alam yang harus dijaga dan dilestarikan, bukan dikuasai secara berlebihan. Kearifan lokal seperti konsep leuweung larangan (hutan larangan) adalah bukti nyata dari praktik konservasi berbasis budaya.
2. Sunda Global: Tantangan dan Relevansi
Di era globalisasi, perspektif manusia Sunda berada dalam arena kontestasi antara mempertahankan tradisi dan beradaptasi dengan budaya populer dan modernitas.
A. Kontestasi dan Adaptasi (Glokalisasi)
Globalisasi membawa tantangan berupa pergeseran nilai dan bahasa. Banyak generasi muda Sunda mulai kurang fasih dalam bahasa Sunda halus (undak usuk basa), dan sikap individualis mulai mengikis semangat silih asih dan gotong royong.
Namun, hal ini juga memicu fenomena "Glokalisasi", yaitu upaya untuk memperkenalkan dan mengintegrasikan nilai-nilai lokal ke panggung global:
 1. Aset Budaya Global: Nilai Soméah (keramahan, keterbukaan, sopan santun) masyarakat Sunda dapat menjadi brand personality yang relevan di tingkat global, khususnya dalam industri pariwisata dan interaksi antarbudaya.
 2. Relevansi Etika Lingkungan: Prinsip keseimbangan dan konservasi alam Sunda (misalnya ajaran Baduy) menjadi sangat relevan sebagai jawaban terhadap isu-isu krisis iklim dan keberlanjutan global.
B. Membawa Nilai Universal ke Dunia
Perspektif Sunda Global adalah tentang menjadi warga dunia yang tetap berakar pada identitas. Manusia Sunda didorong untuk berpartisipasi di kancah global (menjadi Pinter—pintar) tanpa kehilangan karakter utama mereka (tetap Bageur dan Bener). Ini adalah proses reorientasi, revitalisasi, dan reaktualisasi, di mana kearifan lokal Sunda tidak hanya dilihat sebagai warisan masa lalu, tetapi juga sebagai solusi etis dan spiritual yang dapat ditawarkan kepada masyarakat global yang seringkali dilanda individualisme dan ketidakpastian.
Intinya, tantangan terbesar bagi manusia Sunda modern adalah: Bagaimana caranya menjadi "Sunda" (berakar pada etika dan kearifan) dalam konteks yang sepenuhnya "Global"? Jawabannya terletak pada penggunaan nilai-nilai luhur seperti silih asah, silih asih, silih asuh sebagai kompas moral saat berinteraksi dengan keragaman budaya dan teknologi dunia.

Penutup: Dari Krisis ke Konsolidasi                 
Sebagaimana Hendardi tegaskan, demokrasi bukanlah titik akhir, melainkan proses konsolidasi nilai. Manusia Sunda memiliki modal spiritual, budaya, dan etika yang cukup untuk menyalakan kembali partisipasi kritis dalam ruang publik. Yang dibutuhkan adalah sistem spiral yang mendokumentasikan, merefleksikan, dan mereplikasi praktik baik secara artefaktual dan komunitatif.

Dengan semangat mentoring, spiritualitas, dan dokumentasi, kita bisa membangun masyarakat sipil Sunda yang tidak hanya sadar hak, tetapi juga sadar tanggung jawab. Dari Dayeuhkolot hingga dunia, suara Sunda akan kembali terdengar—bukan sebagai gema masa lalu, tetapi sebagai cahaya masa depan.
Rekomendasi Spiral Solutif, pertama, Identifikasi: Warga perlu mengenali titik-titik manipulasi dan ketimpangan anggaran melalui audit sosial komunitas. Kedua, sebagai refleksi: Menggali nilai-nilai spiritual dan budaya lokal untuk menilai arah kebijakan secara etis. Ketiga, Transformasi: Mendesain modul kebijakan partisipatif yang bisa digunakan oleh komunitas untuk mengusulkan dan mengevaluasi APBD. Keempat, Replikasi: Menyebarkan praktik baik ke komunitas lain melalui blueprint federatif dan sistem deliberatif lokal.                                                          
Dayeuhkolot, 7 Oktober 2025.                                                                                       
Lampiran :                                                                                  
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS TULISAN  

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:  

Nama: Asep Rohmandar  
Profesi: Arsitek sistem federatif dan peneliti reflektif  
Institusi/Komunitas: MPMSN dan Persemakmuran Nusantara  
Email: rasep7029@gmail.com
Nomor HP/WA: 083821543522

Dengan ini menyatakan bahwa tulisan saya yang berjudul:  

Menyalakan Partisipasi Kritis Manusia Sunda Di Ruang Sosial dan Politik

adalah karya asli saya sendiri, bukan hasil plagiarisme, dan belum pernah dipublikasikan di media massa cetak maupun digital lainnya, baik sebagian maupun seluruhnya.  

Saya juga menyatakan bahwa tulisan tersebut tidak sedang dalam proses pengajuan di media lain, dan saya memberikan izin kepada redaksi Pikiran Rakyat untuk meninjau dan menerbitkannya apabila dinilai layak.  

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, sebagai bentuk komitmen terhadap etika penulisan dan integritas akademik.  

Dayeuhkolot, 8 Oktober 2025

Hormat saya,  
TTD
(Asep Rohmandar) 


CV Singkat Penulis Artikel

Nama: Asep Rohmandar  
Kota Domisili: Dayeuhkolot, Jawa Barat, Indonesia  
Organisasi:  
1. Masyarakat Peneliti Mandiri Sunda Nusantara (MPMSN)  
2. Sunda Global Institute  
3. Sundaland Researchers Society (afiliasi internasional)

Bidang Keahlian:  
1. Kepemimpinan adaptif dan inklusif berbasis data  
2. Dokumentasi autoetnografis dan sistem artefak  
3. Pendidikan dan tata kelola berbasis nilai lokal  
4. Integrasi kearifan Sunda dengan standar global (UNESCO, SDG4, DEI)

Publikasi Terkini:  
1. Artikel “Good Education Governance: Teori dan Praktik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Nasional” – Jurnal Ilmiah Multidisipliner, 2023  
2. Artikel “Adaptive, Mindful, and Data-Driven Leadership in Implementing Inclusive Technology” – ICETMR International Conference, Bali, 2025  
3. Sertifikasi HAM, koperasi, dan politik anggaran sebagai artefak pendidikan etis

Kontribusi:  
1. Mendorong sistem pendidikan dan riset berbasis spiritualitas dan etika publik  
2. Mengembangkan sistem dokumentasi modular melalui IPOI dan PancaGLOKAL  
3. Aktif dalam diplomasi akademik dan mentoring peneliti muda

Kontak:  
Email: rasep7029@gmail.com
WhatsApp: 083821543522
Website/Portofolio: 
http://playimpactingyou.blogspot.com/2025/10/analisa-buku-ke-buku.html


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Asep Rohmandar : Presiden Masyarakat Peneliti Mandiri Sunda Nusantara

Visi dan Misi Asep Rohmandar sebagai penulis dan peneliti

Prolog Buku Komunikasi Pendidikan Yang Efektif? By Asep Rohmandar